II . Waktu Miyu?


Ledakan energi yang mengguncang medan pertempuran antara Silvia, Ayase, dan Heaven memecah ketenangan alam semesta. Setiap pukulan dan serangan menciptakan riak gelombang kekuatan yang mengguncang realitas itu sendiri. Kilatan cahaya emas dan kilau es saling beradu, menghancurkan segala yang ada di jalurnya. Namun, meskipun keduanya, Silvia dan Ayase, telah menyatukan kekuatan mereka untuk melawan Heaven, ancaman dewa perang itu tetap belum terselesaikan.

“Tidak cukup…!” teriak Silvia, menatap Heaven dengan ketegasan. Cahaya emas Chronostigma semakin menyilaukan, mencoba menahan serangan-serangan yang datang dari Heaven, namun perlahan-lahan ia merasa tubuhnya mulai tertekan oleh kekuatan destruktif lawan.

Ayase juga merasakan beban yang berat. Walaupun kemampuannya untuk membekukan waktu dan ruang memberikan keuntungan, semakin lama, ia semakin merasakan batasan dari kemampuannya, terutama saat Heaven mengalirkan lebih banyak energi dan kekuatan yang tak terbendung. Suhu di sekitarnya terus menurun, tetapi setiap gerakan Heaven semakin kuat dan sulit untuk dibekukan.

“Heaven, kamu akan menyerah juga!” Ayase berseru, namun suaranya terdengar semakin lemah.

Pada saat itulah, dunia ini tiba-tiba berhenti. Secara tiba-tiba, waktu di sekitar mereka tidak bergerak lagi. Segala sesuatu di sekitarnya, bahkan serangan-serangan yang sebelumnya mengalir deras, kini terhenti di udara. Rasa berat yang menyelimuti medan pertempuran menghilang, dan segala detak waktu seakan terhenti.

Silvia dan Ayase saling berpandangan, terkejut. Waktu, yang selalu menjadi kekuatan yang dapat mereka kendalikan, kini tampak melawan mereka. Mereka masih berdiri, dan tubuh mereka tidak bergerak, namun mereka bisa merasakan sesuatu yang mengerikan sedang terjadi.

“Heaven…?” Silvia memandang dewa perang itu, dan melihat bahwa bahkan dirinya pun, serta pasukan Heaven yang lain, terjebak dalam keadaan yang sama—waktu tak lagi berjalan.

Tiba-tiba, di tengah-tengah medan pertempuran yang membeku, muncul sosok yang tak asing, meskipun mereka belum pernah melihatnya sebelumnya. Di antara kekuatan yang terhenti, sosok itu tampak seperti sebuah ilusi, namun begitu nyata. Seorang gadis muda dengan rambut hitam panjang yang berkilau seperti midnight, mengenakan pakaian berwarna ungu dan hitam yang elegan. Matanya yang berwarna ungu cerah menatap mereka, namun tidak ada ekspresi di wajahnya—hanya ketenangan yang membekukan segala perasaan.

“Miyu Asakura…” bisik Ayase dengan suara penuh keheranan.

Miyu Asakura, gadis yang kini berdiri di tengah-tengah medan pertempuran yang beku, adalah wujud dari konsep kekuatan Haruto. Ia bukanlah seorang manusia biasa, melainkan manifestasi dari inti kekuatan yang melekat pada diri Haruto—konsep kekuatan waktu dan ruang yang melampaui batasan mereka berdua.

“Jadi kamu yang mengendalikan ini…?” Silvia bertanya dengan cemas, matanya tetap tertuju pada Miyu. “Mengapa kamu berhenti semua ini?”

Miyu tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tangan kirinya, dan seketika itu juga, seluruh waktu dan ruang di sekitar mereka semakin terhenti. Kekuatan yang lebih besar mengalir dari tubuh Miyu, menciptakan aura yang menyelimuti dunia dan alam semesta, membuat segalanya menjadi bisu, bahkan lawan mereka, Heaven, kini tampak terhenti, terjebak dalam kekuatan yang tidak bisa ia lawan.

Ayase merasakan perlawanan terhadap manipulasi waktu yang telah terjadi. Kekuatan Absolute yang dimilikinya berusaha untuk membekukan segala sesuatu, bahkan waktu itu sendiri, namun kali ini, ia merasa kekuatan tersebut tidak dapat menang melawan Miyu. Seperti ada ruang yang lebih tinggi dan lebih dalam yang sedang beroperasi—ruang yang tidak bisa Ayase kontrol.

“Ini bukanlah kekuatan biasa…” Ayase merasakan kekuatan yang luar biasa, lebih besar dari apa yang dapat ia bayangkan. “Kamu bukan manusia, kan?”

Miyu hanya menatap mereka berdua dengan pandangan kosong, dan suaranya, meskipun lembut, terdengar sangat dalam dan penuh kekuatan. “Aku adalah wujud dari kekuatan Haruto, konsep dari ruang dan waktu yang lebih tinggi. Aku ada di sini untuk menstabilkan pertempuran ini. Tidak ada yang bisa melawan waktu dan konsep yang lebih besar dari kalian. Kalian berdua adalah bagian dari takdirnya, tapi kalian tidak dapat melampaui batas yang ada.”

Silvia merasa seolah-olah kakinya terbenam dalam tanah, tidak mampu bergerak. Bahkan Chronostigma, pedangnya yang mengendalikan hukum realitas, kini tidak bisa melawan kekuatan Miyu. Segala gerakan, bahkan pikirannya sendiri, seperti terhenti dalam keadaan vakum.

“Ini bukan akhir. Kalian masih bisa berjuang, tetapi kalian harus memahami batas kalian,” kata Miyu, suaranya lebih tenang daripada yang diharapkan oleh Silvia dan Ayase. “Aku tidak di sini untuk menghancurkan kalian. Aku hanya di sini untuk memastikan bahwa kekuatan yang ada tidak menyimpang dari jalurnya. Haruto adalah jembatan waktu, dan aku adalah bagian dari konsep itu. Ketika waktunya tiba, aku akan hadir untuk mengembalikan keseimbangan.”

Miyu mengangkat tangannya lagi, dan waktu kembali bergerak perlahan-lahan. Namun, dunia yang dulu bergerak begitu bebas kini terasa terhambat, seperti ada sesuatu yang menahan setiap detiknya. Pasukan Heaven yang sebelumnya beku mulai bergerak, meskipun dengan kecepatan yang sangat lambat. Segala sesuatu kembali normal, namun tidak lagi seperti sebelumnya.

“Heaven… kamu masih berniat melanjutkan pertempuran ini?” Miyu bertanya dengan suara dingin, matanya bersinar dengan kekuatan yang menakutkan. “Kekuatanmu tidak cukup untuk mengalahkan mereka berdua. Jika kamu terus bertahan, akan ada konsekuensi yang lebih besar dari yang bisa kamu bayangkan.”

Heaven, meskipun merasa terhentikan oleh kekuatan luar biasa itu, mengangkat wajahnya dengan rasa kesombongan yang tak tergoyahkan. “Kau mungkin bisa menghentikan waktu, tetapi takdir ini tetap milikku! Aku adalah Dewa Perang!”

Namun, dengan sekali lambaian tangan, Miyu membuat seluruh medan pertempuran terdiam sekali lagi, memberikan peringatan yang sangat jelas. “Kekuatanmu terlalu terbatas untuk bertarung melawan konsep ini.”

Segala sesuatu di sekitar mereka masih terasa terhenti, dan hanya ada satu hal yang pasti—dunia ini bukan milik siapa pun, melainkan sebuah konsep yang lebih besar. Mereka semua, bahkan Heaven, hanya bagian dari takdir yang lebih tinggi.

You may also like: