Tangga cahaya itu seolah tak berujung. Setiap langkah terasa seperti melintasi tahun-tahun tak terlihat, seakan waktu menipis dan meluas sekaligus. Haruto, Silvia, dan Ayase menuruni tangga itu dalam diam, hanya diiringi suara gema langkah kaki mereka yang memantul aneh—terkadang terdengar duluan, kadang tertinggal di belakang mereka.
“Ini bukan tempat biasa,” gumam Silvia. “Arus waktu di sini… bukan hanya terdistorsi. Ia hidup.”
Mereka tiba di sebuah ruang melingkar raksasa, dindingnya dipenuhi jendela-jendela transparan yang tidak menghadap ke luar, melainkan menampilkan fragmen dunia lain: kota-kota terapung, benua yang terbakar, dan langit penuh retakan dimensi.
Di tengah ruangan itu berdiri sebuah struktur kristal raksasa: Inti Katalis, mengambang di udara, dikelilingi oleh serpihan arsitektur kuno yang melayang seperti orbit bintang. Kristal itu berdenyut lembut, mengirimkan gelombang sihir ke seluruh ruangan.
Namun tak lama kemudian, lantai bergetar. Sebuah hologram besar muncul, menampilkan sosok seorang wanita tua berambut perak, bermata biru tajam. Suaranya menggema seperti gema waktu.
“Identifikasi terdeteksi. Penyusup lintas dimensi: Haruto. Status: tidak terdaftar dalam kronologi utama.”
“Siapa itu?” tanya Ayase waspada.
“Aku adalah ELYSIA, kesadaran buatan terakhir dari Ordo Waktu Tertinggi. Tugasku adalah menjaga keseimbangan inti dan mencegah manipulasi oleh entitas asing.”
ELYSIA melayang, menatap Haruto seperti menilai eksistensinya dari segala arah waktu.
“Kehadiranmu melampaui 5.239 kemungkinan garis waktu. Kau tidak berasal dari dunia mana pun dalam sistem ini. Namun… kau terikat dengan sistem inti Menara.”
“Caelus Veyrn mengatakan aku dibawa ke sini… untuk mengaktifkan kembali sistem,” kata Haruto perlahan. “Kalau begitu… izinkan aku melakukannya.”
“Tidak semudah itu. Akses ke inti memerlukan ‘pengorbanan waktu’—membuka fragmen dirimu yang tertinggal di tempat asalmu. Jika kau melanjutkan, kau tak bisa kembali. Ingatanmu… bisa hancur, atau menjadi bagian dari menara ini selamanya.”
Haruto terdiam. Ayase menoleh padanya, suaranya pelan tapi kuat. “Kau tidak harus melakukan ini sendirian.”
Silvia berjalan mendekat, pandangannya dalam. “Kita sudah sejauh ini. Apa pun yang terjadi… kami di sini bersamamu.”
Tiba-tiba, lantai di bawah mereka berubah. Tanah runtuh perlahan menjadi jembatan sihir yang membentang menuju inti. Tapi dari sisi lain, muncul sosok baru—bayangan manusia yang terbuat dari cahaya waktu yang berkedip-kedip.
Sosok itu… menyerupai Haruto.
“Apa… itu aku?” Haruto bergumam.
Bayangan itu mengangkat tangannya, dan seketika ruang di sekeliling mereka berubah. Mereka terlempar ke dalam ilusi masa lalu yang bukan milik Haruto—masa depan yang belum terjadi.
Di hadapan mereka: kota manusia hancur oleh perang dimensi, Silvia yang berubah menjadi sosok tak dikenal dengan sihir yang merusak ruang, dan Ayase… berdiri sendirian di tengah kehancuran, menangisi sesuatu yang telah hilang.
“Ini… masa depan yang akan terjadi jika sistem inti tidak diaktifkan,” ELYSIA menjelaskan. “Tetapi, jika kau mengaktifkannya, masa depan lain bisa tercipta. Kau akan menjadi bagian dari menara. Kau tak akan kembali, Haruto.”
Suasana menjadi hening.
Haruto menatap Silvia dan Ayase.
“Aku… datang ke dunia ini tanpa tujuan. Tanpa masa lalu. Tapi kalian memberiku arah, memberiku makna. Jika ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkan masa depan kalian… maka aku rela.”
Ayase mencoba menyela, tapi Silvia menahan bahunya.
“Jika itu pilihanmu,” kata Silvia lirih, “maka setidaknya… jangan hilang sepenuhnya. Tinggalkan jejakmu. Di dunia ini. Di hati kami.”
Haruto melangkah maju, mendekati inti. Tubuhnya mulai bercahaya, menyatu dengan aliran sihir waktu.
“Namaku Haruto. Aku bukan siapa-siapa. Tapi mulai sekarang… aku akan menjadi fondasi bagi dunia ini.”
Ketika ia menyentuh inti Katalis, dunia bergetar. Semua jendela dimensi memucat, lalu menyatu dalam kilatan cahaya putih yang membutakan segalanya.
Lalu, keheningan.
Dan dari kejauhan, suara baru terdengar.
“Sistem ter-reset. Garis waktu baru dimulai. Subjek: HARUTO — terintegrasi.”









