Kebangkitan


Di kedalaman yang tak bisa dijangkau oleh makhluk duniawi, sebuah jejak kesadaran mulai merambat.

Tidak ada cahaya yang menyinari lapisan kelima—hanya kegelapan yang rapat dan sunyi. Tetapi di dalamnya, ada pergerakan yang begitu halus, hampir tak terdeteksi. Bukan karena kekuatan yang mencolok, melainkan karena harapan yang mulai terbangun, seperti benih yang mulai menembus tanah beku.

Di luar lapisan kelima, di batas yang hampir tak terlihat, dunia menggigil. Zero, yang sebelumnya tampak tak tergoyahkan, kini merasakan pergerakan di luar kendalinya. Ada getaran yang tidak seharusnya ada di alam kehampaan ini.

Sebuah suara—lembut, namun memaksa—terdengar dalam pikiran Zero. Seperti bisikan angin di tengah badai yang hanya bisa didengar oleh mereka yang terhubung dengan masa depan.

“Haruto…”

Suara itu datang tanpa bentuk, seperti gema dari suatu tempat yang jauh dan tak terjangkau. Tanpa sadar, Zero merasakan kekosongan di dalam dirinya—sebuah ketidakseimbangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bukan hanya pada dirinya, tapi pada seluruh eksistensi di sekitarnya. Ada sesuatu yang telah berubah, sesuatu yang seharusnya tidak ada di tengah kehampaan.

Di ujung kegelapan, sebuah celah tipis mulai muncul, mengusik keseimbangan NON. Semuanya—waktu, ruang, bahkan kekosongan itu sendiri—seakan retak.

Sementara itu, di dunia yang terlupakan, Silvia Akane dan Ayase Akane masih berdiri, menunggu.

“Dia bergerak,” kata Ayase, matanya menatap ke celah yang tampaknya semakin membesar. “Aku bisa merasakannya.”

Silvia menatap dengan cermat, seperti seorang ibu yang menunggu anaknya kembali dari tidur panjang. Wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, hanya keheningan yang dalam.

“Kita tidak bisa mendekat,” ujar Silvia pelan. “Lapisan itu terlalu rapat. Dan Haruto… ia harus bangkit dengan sendirinya.”

Namun di dalam hatinya, ada ketegangan yang tak bisa ia ungkapkan. Apakah waktu yang mereka habiskan menunggu sudah berakhir? Ataukah kebangkitan Haruto benar-benar sudah dekat?

Pada saat yang sama, lapisan kelima bergetar. Di dalamnya, Haruto mulai merasakan sesuatu yang asing. Ia tidak tahu bagaimana atau mengapa, tapi ia merasa bahwa dirinya bukan sekadar bayangan lagi. Ada suara—sebuah nyanyian tak berwujud yang memanggilnya, menariknya keluar dari tidur panjang yang ia alami.

Haruto membuka matanya, namun yang ia lihat bukanlah dunia yang ia kenal. Semua tampak kabur, seperti dunia yang terdistorsi oleh kabut. Ia merasakan tubuhnya yang tenggelam dalam kekosongan yang dalam, namun tidak ada rasa takut. Sebaliknya, ada perasaan akrab—sebuah panggilan yang telah lama terlupakan.

“Kau akhirnya bangun,” suara itu terdengar lagi. Namun kali ini, Haruto bisa merasakannya, meski tak terlihat. Suara itu datang dari kedalaman waktu, dari jantung kehampaan yang kini mulai bergerak.

Ia tidak tahu dari mana suara itu berasal, tetapi ia tahu bahwa itu adalah miliknya—miliknya yang telah hilang.

Namun sebelum ia bisa merespon, sebuah bayangan gelap melintas di hadapannya. Zero.

Zero mengamati Haruto dengan mata yang tidak memiliki bentuk—hanya kekosongan yang melihat ke dalamnya. Meskipun tidak bisa dilihat secara fisik, Zero bisa merasakan perubahan yang terjadi. Ada yang baru. Ada sesuatu yang tak terhitung, tak terjelaskan, yang sedang bergerak dalam diri Haruto.

“Kembalilah,” suara Zero terdengar, menggema. “Dunia ini telah kehilangan bentuk. Jangan biarkan diri kamu menjadi bagian dari kehampaan itu.”

Tapi Haruto tidak menjawab. Sebaliknya, ia menarik napas dalam-dalam—sebuah napas yang terasa lebih nyata daripada sebelumnya.

Dalam keheningan yang mendalam, sesuatu mulai berputar.

Keabadian tidak terukur. Waktu tidak bisa diprediksi. Namun bagi Haruto, saat itu, saat yang telah lama ditunggu, akhirnya tiba.

Ia bangkit.

Dan ketika ia membuka matanya lagi, dunia di sekitar itu mulai menemukan bentuknya. Keabadian yang telah runtuh perlahan-lahan disusun kembali, potongan-potongan waktu dan ruang yang tersebar seperti serpihan kaca yang akan kembali bersatu.

Namun, kebangkitan ini bukan tanpa harga. Dunia ini tidak akan pernah sama lagi.

You may also like: