Waktu kembali bergerak.
Angin menerpa wajah Haruto saat burung-burung di langit melanjutkan terbang mereka, dan suara kota kembali menggema. Suara lonceng sekolah berdentang, menandai akhir jam pelajaran keenam.
“Haruto!”
Suara itu memecah lamunannya. Seorang gadis berambut pendek, mengenakan seragam yang sama dengannya, berlari mendekat. Namanya silvia akane—teman sekelasnya dan satu dari sedikit orang yang masih berani dekat dengannya sejak “insiden” tahun lalu.
“Kau lagi-lagi menghilang pas jam pelajaran olahraga! Apa kau tidur di atap lagi?” tanya Miyu sambil berkacak pinggang.
Haruto menoleh pelan. “Maaf. Aku hanya… merasa pusing.”
Miyu menghela napas. “Kau selalu pusing. Apa kau pernah berpikir untuk ke rumah sakit?”
Rumah sakit tidak bisa menjelaskan kenapa aku bisa menghentikan waktu.
Pikir Haruto dalam hati, tapi ia hanya mengangguk kecil.
Sementara Miyu terus mengomel, Haruto memandangi tangannya sendiri. Ia masih bisa merasakan bekas getaran ruang yang barusan ia paksa berhenti. Tapi ada sesuatu yang lain tadi. Saat waktu berhenti—ia merasakan keberadaan lain. Seseorang… atau sesuatu… yang juga bergerak.
Bukan Zero.
Bukan dia.











